Tugas Ilmu Budaya Dasar
Abstrak
Tugas
softskill kali ini akan membahas tentang kebudayaan daerah asal kedua teman
saya. Kebetulan kedua teman saya berasal dari provinsi Nusa Tenggara Timur.
Lebih tepatnya, Aneela teman saya yang berasal dari Pulau Sabu, dan Kelin teman
saya yang berasal dari Pulau Rote. Kedua pulau tersebut sangat terpencil karena
itu banyak orang Indonesia yang tidak mengenal pulau-pulau tersebut, kecuali
orang NTT. Saya akan membahas kebudayaan kedua pulau tersebut mulai dari adat,
bahasa, makanan, dan sebagainya yang berasal dari berbagai sumber yang saya
satukan dan menumpahkan beeberapa pemikiran dan pendapat saya didalamnya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai
macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang sering kita sebut
kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia merupakan suatu
bukti bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya.
Tidak bisa kita pungkiri, bahwa kita pungkiri
bahwa kebudayaan daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan yang lebih
global, yang biasa kita sebut dengan kebudayaan nasional. Maka atas dasar
itulah segala bentuk kebudayaan daerah akan sangat berpengaruk terhadap budaya
nasional, begitu pula sebaliknya kebudayaan nasional yang bersumber dari
kebudayaan daerah, akan sangat berpebgaruh pula terhadap kebudayaan daerah /
kebudayaan lokal.
Kebudayaan merupakan suatau
kekayaan yang sangat benilai karena selain merupakan ciri khas dari suatu
daerah juga mejadi lambang dari kepribadian suatu bangsa atau daerah.
Karena kebudayaan merupakan kekayaan serta ciri khas suatu daerah, maka menjaga, memelihara dan melestarikan budaya merupakan kewajiban dari setiap individu, dengan kata lain kebudayaan merupakan kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap suku bangsa.
Karena kebudayaan merupakan kekayaan serta ciri khas suatu daerah, maka menjaga, memelihara dan melestarikan budaya merupakan kewajiban dari setiap individu, dengan kata lain kebudayaan merupakan kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap suku bangsa.
1.2 Rumusan Masalah
A. Bagaimana sejarah
kebudayaan Sabu dan Rote?
B. Seperti apa adat
istiadat budaya Sabu dan Rote?
C. Bagaimana bentuk
pakaian adat budaya Sabu dan Rote ?
D. Bagaimana bentuk
alat musik tradisionalnya ?
E. Seperti apa bentuk
rumah adatnya ?
G. Apa agama
penduduk Sabu dan Rote ?
H. Apa bahasa penduduknya ?
I.
Bagaimana sistem kekerabatannya.?
1.3Tujuan
Karena menjaga, memelihara dan melestarikan kebubayaan merupakan kewajiban setiap individu, maka dalam realisasinya saya mencoba menyusun makalah yang berjudul Kebudayaan Pulau Sabu dan Rote yang didalamnya mengulas tentang berbagai kebudayaan tradisionalnya. Penyusunan makalan yang berjudul Budaya Suku Sabu dan Rote ini bertujuan agar pembaca mengetahui bahwa suku sunda merupakan suku yang kaya akan budaya serta menyadari bahwa menjaga dan melestarikan kebudayaan daerah merupakan kewajiban dari setiap orang.
Karena menjaga, memelihara dan melestarikan kebubayaan merupakan kewajiban setiap individu, maka dalam realisasinya saya mencoba menyusun makalah yang berjudul Kebudayaan Pulau Sabu dan Rote yang didalamnya mengulas tentang berbagai kebudayaan tradisionalnya. Penyusunan makalan yang berjudul Budaya Suku Sabu dan Rote ini bertujuan agar pembaca mengetahui bahwa suku sunda merupakan suku yang kaya akan budaya serta menyadari bahwa menjaga dan melestarikan kebudayaan daerah merupakan kewajiban dari setiap orang.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Mengenal Budaya
Rote
Mengenal Budaya Rote - Kabupaten Rote Ndao adalah
salah satu pulau paling selatan dalam jajaran kepulauan Nusantara Indonesia.
Pulau-pulau kecil yang mengelilingi pulau Rote antara lain Pulau Ndao,Ndana,
Naso, Usu, Manuk, Doo, Helina, Landu.
Konon
menurut lagenda seorang Portugis diabad ke 15 mendaratkan perahunya , dan
bertanya kepada seorang nelayan setempat apa nama pulau ini, sang nelayan
menyebut namanya sendiri, Rote. Sang pelaut Portugis mengira nama pulau itu
yang dimaksudkan. Sebagian besar penduduk yang mendiami pulau/kabupaten Rote
Ndao menurut tradisi tertua adalah suku-suku kecil Rote Nes, Bara Nes, Keo Nes,
Pilo Nes, dan Fole Nes. Suku-suku tersebut mendiami wilayah kestuan adat yang
disebut Nusak.Semua Nusak yang ada dipulau Rote Ndao tersebut kemudian
disatukan dalam wilayah kecamatan.
Masyarakat
Rote Ndao mengenal suatu lagenda yang menuturkan bahwa awal mula orang Rote
datang dari Utara, dari atas, lain do ata, yang konon kini Ceylon. Kedatangan
mereka menggunakan perahu lete-lete.
Strata
sosial terdapat pada setiap leo. Lapisan paling atas yaitu mane leo (leo mane).
Yang menjadi pemimpin suatu klein didampingi leo fetor (wakil raja) yang
merupakan jabatan kehormatan untuk keluarga istri mane leo. Fungsi mane leo
untuk urusan yang sifatnya spiritual, sedangkan fetor untuk urusan duniawi.
Filosofi
kehidupan orang Rote yakni mao tua do lefe bafi yang artinya kehidupan dapat
bersumber cukup dari mengiris tuak dan memelihara babi. Dan memang secara
tradisonal orang-orang Rote memulai perkampungan melalui pengelompokan keluarga
dari pekerjaan mengiris tuak. Dengan demikian pada mulanya ketika ada
sekelompok tanaman lontar yang berada pada suatu kawasan tertentu, maka tempat
itu jugalah menjadi pusat pemukiman pertama orang-orang Rote.
Secara
tradisional pekerjaan menyadap nira lontar tugas kaum dewasa samapi tua. Tetapi
perkerjaan itu hanya sampai diatas pohon, setelah nira sampai ke bawah seluruh
pekerjaan dibebankan kepada wanita. Kaum pria bangun pagi hari kira-kira jam
03.30, suatu suasana yang dalam bahasa Rote diungkap sebagai; Fua Fanu Tapa
Deik Malelo afe take tuk (bangun hampir siang dan berdiri tegak,sadar dan cepat
duduk).
2.2 Mengenal Budaya Sabu
Mengenal Budaya Sabu- Sabu atau Sawu merupakan sebuah
pulau dalam wilayah Kabupaten Kupang, terletak di keliling lautan Indonesia dan
Laut Sawu. Luas wilayah pulau Sabu 460,87 km.
Iklim
pulau umumnya ditandai dengan musim kemarau yang panjang yakni bulan Maret
sampai dengan bulan November.
Penduduk
Sabu terdiri dari kesatuan klen yang disebut sebagai Udu (kelompok patrinial)
yang mendiami beberapa lokasi tempat tinggal antara lain de Seba, Menia, LiaE,
Mesara, Dimu dan Raijua. Masing-masing Udu sebagi suatu klen atau sub udu yang
disebut Karego.
Tentang
pola perkampungan orang Sabu tidak bisa terlepas dari pemberian makna pulaunya
sendiri atau Rai Hawu. Rai Hawu dibayangkan sebagi suatu makluk hidup yang
membujur kepalanya di barat dan ekornya di timur. Maha yang letaknya disebelah
barat adalah kepala haba dan LiaE di tengah adalah dada dan perut. Sedangkan
Dimu di timur merupakan ekor. Pulau itu juga dibayangkan sebagai perahu, bagian
Barat Sawu yaitu Mahara yang berbukit dan berpegunungan, digolongkan sebagai
anjungan tanah (duru rai) sedangkan dimu yang lebih datar dan rendah dianggap
buritannya ( wui rai).
Orang
Sabu mengenal hari-hari dalam satu minggu, misalnya hari Senin Lodo Anni),
Selasa (Lodo Due), Rabu ( Lodo Talhu), Kamis (Lodo Appa), Jumat (Lodo Lammi),
Sabtu (Lodo Anna), Minggu (Lodo Pidu).Konsep hari ini (Lodo ne), hari yang akan
datng (Lodo de), besok (Barri rai). Hari-hari tersebut membentuk satu minggu
kemudian 4 atau 5 minggu membentuk satu bulan (waru) dan 12 bulan membentuk
satu tahun (tou).
Secara
umum orang Sabu mengenal dua musim, kemarau yang disebut Waru Wadu dan musim
hujan atau Waru Jelai. Di antara kedua musim itu ada musim peralihannya. Dalam
masing-Masing musim ada beberapa upacara yang berhubungan dengan mata
pencaharian.
Dalam musim Waru Wadu
atau kemarau, dikenal upacara
·
memanggil nira;
·
memasak gula lontar;
·
memberangkatkan perahu lontar.
·
Sebelum memasuki musim berikutnya/hujan
ada upacara peralihan musim terinci atas
·
memisahkan kedua musim;
·
menolak kekuatan
gaib/bala; dan pada musim waru jelai atau musim penghujan dapat diadakan
tiga upacara:
·
pembersihan ladang dan minta
hujan;
·
upacara menanam dan
·
upacara sesudah panen.
2.3 Pakaian Adat
Menelusuri
perkembangan Teknologi Tenun lkat di Pulau Rote, diperkirakan sejak masa
sejarah orang Rote sudah mengenal Tekhnologi menenun. sebelum mengenal kapas,
mereka membuat Kain Tenun dari bahan serat gewang. Tenunan yang
dihasilkan berupa sarung yang disebut lambi tei dan selimutyang disebut Lafe
tei, dipakai sebagai pakaian harian maupun pakaian pesta. Tahun 1994 Tim Survei
dan pengadaan Koleksi Museum mengunjungi Pulau Rote,
Pada
saat itu masih dijumpai seorang Nenek di Kampung Boni- Kec. Rote Barat Daya
yang masih menggunakan kain dari bahan serat gewang. Begitu dalamnya kecintaan
sang nenek terhadap kain tenun dari serat gewang,
Hingga
akhirnya nenek tersebut pun enggan bahkan tidak mau menggunakan kain tenun dari
benang kapas.
Masuknya
Bangsa-bangsa luar ke Pulau rote, membawa perubahan pada berbagai aspek budaya
termasuk teknologi Tenun. Penggunaan serat-serat tumbuhan mulai terganti dengan
serat kapas yang diperkenalkan oleh para lmigran, seperti : serat kapas, dll.
serat kapas merupakan serat terpopuler di dunia' kain yang terbuat dari serat
ini disebut kain katun. serat kapas berasal dari tanaman Gossypium, sejenis
belukar dengan tinggi antara 120-180 cm' Pada awalnya tanaman ini ditemukan di
lndia sekitar tahun 5000 SM kemudian menyebar ke Barat dan Timur hingga ke
wilayah Nusantara' sampai abad 19 wilayah Nusantara berswasembada lahan katun.
Dengan diterapkannya politik Tanam paksa oleh Kolonial Belanda, maka
pembudidayaan kapas mulai merosot dan sejak itu benang katun Amerika dan lndia
menguasai pasar Nusantara
2.4 Rumah Adat
Mengunjungi
suatu tempat kurang lengkap rasanya jika tidak memotret bangunan menarik yang
merupakan icon daerah tersebut. Bangunan bisa berupa rumah adat, bangunan
bersejarah hingga tempat ibadah. Dari sebuah bangunan bisa digali cerita
menarik mengenai kehidupan penghuninya maupun sejarah bangunan tersebut.
2.5 Makanan Khas
Kabupaten
Rote Ndao adalah kabupaten hasil pemekaran dari kabupaen Kupang dengan jumlah
kecamatannya sebanyak 8. Wilayah kabupaten ini terdiri dari pulau Rote serta
dikitari pulau-pulau kecil sebanyak 103 buah pulau,6 buah pulau berpenghuni
yakni: Rote,Ndao,Nuse,Landu,Nusa Manuk,dan Usu. Menurut legenda, pulau ini
mendapat nama secara kebetulan dari seorang pelaut Portugis, yang ketika tiba
dan menanyakan nama pulau itu,penduduk yang ngga ngerti hanya berucap “Rote”.
Nah, pada masa kedudukan Belanda lebih sering disebut “Roti”
Jika
anda pencinta pantai, aku bisa bilang bahwa Rote-lah surga pantai yang
sesungguhnya bagi anda. Pulau ini dikelilingi oleh pantai berpasir putih bersih
yang lebar-lebar. Pokoknya luar biasa. Bahkan saya yang sudah lama di Bali,
belum menemukan pantai yang lebih bagus dari pantai di Rote. Bali hanya unggul
di pengelolaan saja. Kalau dari alam,sebenarnya ngga seberapa. Tapi saya suka
di Bali karena transport dan akomodasinya lebih lancar,lebih mudah, lebih
murah.
2.6 Keyakinan
Sebelum
memeluk agama Kristen, suku Sabu menganut agama tradisional suku, yaitu
Jingitiu. Saat ini hampir seluruhnya suku Sabu memeluk agama Kristen Protestan.
Namun, dalam keseharian kebanyakan orang Sabu masih terpengaruh oleh tradisi
Jingtu. Norma kepercayaan mereka masih tetap berlaku dengan kelender adat yang
menentukan saat menanam dan upacara lainnya.
Dalam
tradisi agama tradisional Jingitiu, menerapkan ketentuan hidup adat atau uku,
yang konon dipercayai mengatur seluruh kehidupan manusia dan berasal dari
leluhur mereka. Semua yang ada di bumi ini Rai Wawa (tanah bawah) berasal dari
Deo Ama atau Deo moro dee penyi (dewa mengumpulkan membentuk mancipta). Deo Ama
sangat dihormati sekaligus ditakuti, penuh misteri. Menurut kepercayaan mereka
di bawah Deo Ama terdapat berbagai roh yang mengatur kegiatan musim seperti
kemarau oleh Pulodo Wadu, musim hujan oleh Deo Rai.
Pembersihan
setelah ada pelanggaran harus dilakukan melalui Ruwe, sementara Deo Heleo
merupakan dewa pengawas supervisi. Upacara adat yang dilakukan harus oleh deo
Pahami, orang yang dilantik dan diurapi. Upacara dilakukan dengan sajian
pemotongan hewan besar. Kegiatan setiap upacara berpusat pada pokok kehidupan
yakni pertanian, peternakan dan penggarapan laut. Karena itu selalu ada dewa
atau tokoh gaib untuk semua kegiatan, termasuk menyadap nira. Kegiatan pada
musim hujan berfungsi pada tokoh dewa wanita “Putri Agung”, Banni Ae, disamping
dewa pemberi kesuburan dan kehijauan Deo manguru. Karena sangat bergantung pada
iklim. Mereka memiliki 3 makluk gaib yakni liru
balla (langit), rai balla (bumi) dan dahi balla(laut).
Masyarakat
Sabu juga memiliki pembawa hujan yaitu wa lole (angin barat), lou lole
(selatan) dan dimu lole (timur). Dalam kepercayaan Jingitiu, banyak dewa atau
tokoh gaib sampai hal yang sekecil-kecilnya seperti petir dan awan. Lalu ada
dewa mayang pada usaha penyadapan nira, dewa penjaga wadah penampung (haik)
malah sampai haba hawu dan jiwa hode yang menjaga kayu bakar agar cukup untuk
memasak gula Sabu.
Kampung
masyarakat Sabu memiliki Uli rae, penjaga kampung, kemudi kampung bagian dalam
gerbang Timur (maki rae) disebelahnya, serta aji rae dan tiba rae,
(penangkiskampung) sama-sama melindungi kampung. Oleh karena itu setiap
rumah dibangun harus dengan upacara untuk memberi semangat atau hamanga dengan
ungkapan wie we worara webahi (jadikanlah seperti tembaga besi. Dalam setiap
rumah diusahakan tempat upacara yang dilakukan sesuai musim dan kebutuhan,
karena semua warga rumah yang sudah meninggal menjadi deo ama deo apu (dewa
bapak dewa leluhur) diundang makan sesajen. Demikian juga terhadap ternak,
selalu ada dewa penjaga, disebut deo pada untuk kambing serta dewa mone bala
untuk gembalanya. Tetapi selalu ada saja lawannya. Karena itu, ada dewa perusak
yang kebetulan tinggal dilat yakni wango dan merupakan asal dari segala macam
penyakit. Hama tanaman, angin ribut dan segala bencana. Karena itu, harus
dibuat upacara khusus untuk mengembalikannya ke laut supaya masyarakat
terhindar dari berbagai bencana walaupun ada kepercayaan bahwa sebagai musibah
itu merupakan kesalahanmanusia sendiri yang lalai membuat upacara adat.
Umpamanya jika tidak membuat upacara untuk sang bani ae, maka sang putri ini
akan memeras payudaranya yang menimpa manusia menimbulkan penyakit cacar.
Agama
asli orang Rote disebut dengan Halaik. Dalam konsep kehidupan akan alam gaib,
orang-orang Rote juga percaya akan adanya dewa. Misalnya dewa Dewa Nutu Bek
(dewa untuk pertanian), dan dewa Nade Dio (dewa pemberi kemakmuran). Mengenai
konsep wujud tertinggi tersebut dikenal dengan apa yang disebut dengan Mane Tua
Lain atau Lama Tuak sebagai suatu wujud tertinggi.
2.8 Seni
Dalam seni budaya suku Sabu yang populer
adalah seni tari dan tenun ikat. Seni tari antara
lain Padoa dan Ledo Hau. Padoa ditarikan pria dan wanita sambil
bergandengan tangan, berderet melingkar, menggerakkan kaki searah jarum jam, dihentakkan
sesuai irama tertentu menurut nyanyian meno pejo, diiringi kedu’Eyang
diikat pada pergelangan kaki para penari.Kedu’E ialah anyaman daun lontar
berbentuk ketupat yang diisi kacang hijau secukupnya sehingga menimbulkan suara
sesuai irama kaki yang dihentak-hentakkan.Ledo Hau dilakukan berpasangan
pria dan wanita diiringi gong dan tambur serta giring-giring pada kaki pria.
Hentakan kaki, lenggang dan pandangan merupakan gerakan utama. Gerakan lain
dalam tarian ini ialah gerakan para pria yang saling memotong dengan klewang
yang menjadi perlengkapan tari para pria.
2.9 Alat Musik
Tradisional
Maestro
sasando, Jeremias Pah yang tergabung bersama Sasando muda Pah Fam, memainkan
musik sasando begitu lihainya. Mereka memainkan lagu “Tanah Air” berkolaborasi
dengan jebolan Indonesia Mencari Bakat (IMB) 2010 Putri Ayu. Malam itu, Dwiki
Dharmawan bersama World Peace Ensemble tampil memukau bersama 100 pemain
sasando asal Rote di Gedung Aula Utama El-Tari, Kupang, Selasa (13/11).
Beberapa
musikus juga ikut meramaikan konser yang bertajuk “Ancient to the Future” yakni
Ita Purnamasari, Ivan Nestorman dan Putri Ayu serta para maestro sasando
seperti Jeremias Pah, Sasando Muda Pah Fam, Edon Family, dan John Tedens &
Group. Iringan World Peace Ensemble yang dipimpin Dwiki Dharmawan mampu
memberikan nasionalisme saat membawakan lagu itu. Bagaimana tidak, alat musik
sasando merupakan milik dan kebanggaan Indonesia. Sasando merupakan identitas
masyarakat Rote, Nusa Tenggara Timur dan Indonesia. Tidak heran, jika hampir
penonton yang terdiri dari turis asing, dalam negeri dan masyarakat NTT begitu
menggebu-gebu menyaksikan permainan musik sasando.
Konser
ini semakin meriah dengan penampilan Ita Purnamasari. Penyanyi yang dikenal
pada era 1990-an ini membawakan “Cintaku Padamu”. Lagu yang semakin
melambungkan namanya di musik pop Tanah Air. Lagu yang dirilis pada 1993 ini
mampu memberikan rasa kangen kepada penonton. Uniknya, Ita juga berkolaborasi
dengan para pemain sasando dari grup Edon Family dan Paduan Suara Vocalista
Kmanek. Selain membawakan lagu hitnya, penyanyi berusia 45 tahun ini juga
membawakan lagu khas daerah NTT “Bolelebo”. Suara emasnya mampu menghipnosis
penonton. Bahkan, ia sempat turun dari panggung untuk sekadar menyapa penonton.
Tak ayal, penonton pun berusaha mendekatinya serta mengambil momen tersebut
dengan berfoto.
2.10 Mata Pencarian
Masyarakat
suku Sabu bertahan hidup pada bidang pertanian, terutama di ladang. Mereka
menanam beberapa jenis tanaman untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Mereka juga
menangkap ikan, membuat hasil kerajinan dan beberapa menjadi pedagang. Selain
itu mereka juga memelihara hewan ternak dengan melepaskan ternak tanpa
kandang.
2.11 Bahasa
Bahasa
suku bangsa Rote pada hakekatnya satu (disebut bahasa Rote), namun bervariasi
dialek menurut nusak masing-masing yang saling dapat dimengerti. Ciri yang
menonjol dari bahasa Rote adalah bahasa sastra atau bahasa ritual. Bahasa
sastra adalah satu bahasa khusus dan dapat segera dikenal sebagai bentuk bahasa
yang digunakan dalam setiap kesempatan seperti : upacara adat, perundingan,
salaman, nyanyian, tarian, dsb. Pada hakekatnya bahasa sastra merupakan pantun
yang terdiri atas pasangan kata-kata berirama yang artinya bersamaan, misalnya:
tolanok dudinok, dak esa fafan ma titiesa nonosinI (saudara sekerabat dan
seturunan). Untuk memperoleh kata-kata seirama dengan makna dan tujuan yang
sama, biasanya diambil kata-kata majemuk, sehingga bahasa sastra itu merupakan
satu kesatuan pengertian yang mendalam.
Belanda
memperkenalkan bahasa Melayu kepada orang Rote sebagai sarana bahasa
pendidikan. Bahasa Melayu ini mudah diterima dan dipergunakan secara luar
karena hampir sama dengan bahasa sastra orang Rote. Pada perkembangan lebih
lanjut, bahasa Melayu berkembang menjadi bahasa Indonesia yang sampai sekarang
menjadi bahasa lintas suku dan pemersatu bangsa, termasuk orang Rote.
2.12 Sistem Kekerabatan
Di
Pulau Rote, Ume Ofa' atau "Perahu-Rumah" telah punah.
Penyebabnya ialah politik Orde Baru di akhir 1960-an. Kala itu,
masyarakat diimbau menghilangkan tradisi membangun rumah tradisional
dengan upacara-upacara adat dan pesta meriah, yang dinilai boros. Tolok
ukur siapa yang dipakai? Sebagai pelajaran bagi generasi mendatang, apakah
masih ada ume yang bisa diselamatkan?
Tempat
ternak di bawah panggung (vilenggat), juga dinilai ”tidak higeinis”. Faktor
agama pun turut mempengaruhi perubahan, sebab pembangunan rumah tradisional
selalu dimulai dan diakhiri dengan upacara (songgo) untuk meminta
petunjuk dari ruh leluhur, yang dianggap bertentangan dengan ajaran
Kristen. Ume Ofa’ Balu’ atau “Rumah-Perahu Besar”, perwujudan budaya
Rote, kini terkubur sudah. Gantinya adalah ume leleo rae dan ume
leleo’ .
Tempat
ternak di bawah panggung (vilenggat), juga dinilai ”tidak higeinis”. Faktor
agama pun turut mempengaruhi perubahan, sebab pembangunan rumah tradisional
selalu dimulai dan diakhiri dengan upacara (songgo) untuk meminta
petunjuk dari ruh leluhur, yang dianggap bertentangan dengan ajaran
Kristen. Ume Ofa’ Balu’ atau “Rumah-Perahu Besar”, perwujudan budaya
Rote, kini terkubur sudah. Gantinya adalah ume leleo rae dan ume
leleo’ .
Pulau
Rote, Pulau Ndao serta pulau-pulau disekitarnya terbagi dalam
19 nusa’ (suku). Di dalam
lingkungan nusa’ terdapat kelompok-kelompok kecil kumpulan beberapa
keluarga yang memiliki hubungan kekerabatan (leo). Dari
kesembilan belas nusa’, terdapat delapan belas dialek. Di masa lalu
terkadang terjadi benturan fisik; pemicunya adalah penguasaan atas sumber air.
Untuk mempertahankannya, di Nusa’ Delha, dibangun benteng pertahanan
dari batu gunung setinggi antara tiga sampai empat meter dengan ketebalan
dinding sekitar satu setengah meter. Benteng pertahanan ini disebut
sebagai kota’.
Tidak
diketahui secara pasti, kapan sejarah permukiman berawal
di Nusa’ Delha. Menurut tradisi tutur setempat, permukiman itu
bermula di daerah Inggu Ata, Nemberala. Penduduk pertamanya berasal dari
hubungan kekerabatan atau Leo Ombak. Bukti bahwa mereka adalah
bagian dari migran melewati jalur laut, adalah konsep yang sama antara rumah
(ume) tradisional dan perahu (ofa’). Bagi mereka ofa’ merupakan
hunian di laut dan ume merupakan perahu di darat. Begitulah istilah
Delha untuk rumah tradisional yang besar, yakni; ume ofa’
balu’ (rumah besar seperti perahu besar). Sekarang rumah yang demikian
boleh dikatakan sudah tinggal kenangan. Sebaliknya perubahan-perubahan semakin
cepat tercatat.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Penutup
Rote dan Sabu sebagai komunitas kutural
memang mempunyai kebudayaannya sendiri yang ditampilkan lewat unsur-unsur
kebudayaan. Dilihat dari unsur-unsur kebudayaan itu, masing-masing unsur
berbeda pada tingkat perkembangan dan perubahannya. Karena itu terhadap
unsur-unsur yang niscaya harus berkembang dan bertahan, harus didorong pula
bagi pendukungnya untuk terus menerus belajar (kulturisasi) dalam pemahaman dan
penularan kebudayaan.
Menurut pendapat saya, menangkap deskripsi
budaya Rote dan Sabu adalah upaya yang harus serius, kalau tidak ingin menjadi
punah. Kepunahan suatu kebudayaan sama artinya dengan lenyapnya identitas.
Hidup tanpa identitas berarti berpindah pada identitas lain dengan
menyengsarakan identitas semula.
3.2 Saran
Budaya
daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan nasional, maka segala
sesuatu yang terjadi pada budaya daerah akan sangat mempengaruhi budaya
nasional. Atas dasar itulah, kita semua mempunyai kewajiban untuk menjaga,
memelihara dan melestarikan budaya baik budaya lokal atau budaya daerah maupun
budaya nasional, karena budaya merupakan bagian dari kepribadian bangsa.
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar