Kebudayaan Papua
ABSTRAK
Berbicara
tentang kebudayaan sangat erat kaitannya dengan kepribadian seseorang. Budaya
dan kepribadian bagaikan dua sisi mata uang tidak bisa dipisahkan. Dimana
budaya yang baik itu selalu mempengaruhi pribadi yang baik, kemudian budaya
buruk selalu mempengaruhi pribadi yang buruk juga. Disamping itu kadang kala
lingkungan menjadi hal utama yang dapat mempengaruhi baik buruknnya budaya
seseorang. Kita ambil contoh di papua memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda
dengan daerah lainnya, sehingga dengan sendiri kepribadian mereka juga agak
berbeda dan unik. Sehingga kepribadian yang terbentukpun agak unik dan berbeda.
Contoh budaya potong jari, yang telah lama turun temurun diterapkan di papua,
bahkan menjadi budaya (kebiasaan) yang lumrah untuk dihilangkan walaupun
kelihatannya agak buruk dan tidak sesuai baik norma agama maupun norma hukum.
Saya akan membahas kebudayaan pulau tersebut mulai dari adat, bahasa, makanan,
dan sebagainya yang berasal dari berbagai sumber yang saya satukan dan menumpahkan
beberapa pemikiran dan pendapat saya didalamnya.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Indonesia
merupakan negara yang kaya akan budaya, masyarakat serta suku yang berbeda. Hal
ini bisa kita lihat dari perbedaan suku, masyarakat, ras, agama yang membentang
seluas arcipelago Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Merupakan sebuah
kesalah besar apabila kita sebagai masyarakat Indonesia, hanya acuh dan tidak
mempelajari kebudayaan-kebudayaan yang beragam yang tersapat di Indonesia.
Saya
memilih kebudayaan masyarakat Papua, karena Propinsi Papua di Indonesia
merupakan sebuah propinsi yang unik. Propinsi yang sering kali dianggap sebelah
mata oleh orang-orang karena anggapan mereka masyarakat papua masih primitif.
Namun di balik anggapan primitif itu, masyaratakat papua merupakan salah satu
masyarakat yang masih memegang teguh budayanya, budaya asli Indonesia yang
belum tercemar oleh pengaruh dari negara-negara barat.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakan
letak Geografis Papua?
2. Bagaimanakah
Seni dan Budaya Papua ?
3. Bagaimanakah
Sosial dan Budaya Papua ?
1.3 Tujuan
Makalah
1. Memahami Letak
Geografis Papua,
2. Mengerti tentang
Seni dan Budaya Papua.
3. Mengerti tentang
Sosial dan Budaya Papua.
1.4 Sistematika Penulisan
Dalam rangka mempermudah memahami penulisan laporan ini, maka penulis menyusun
sistematika sebagai berikut:
BAB I : Membahas
mengenai Pendahuluan yang diantaranya berupa Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Makalah dan Sistematika Penulisan
BAB II : Isi pokok
mengenai kebudayaan Papua itu sendiri yang mencakup, Letak Geografis dan
Demografisnya, Seni dan Kebudayaannya, Kepercayaannya,Sistem dan Sosial
Budayanya, dll.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Letak
Geografis Papua
Bujur Timur dan 2°25'
Lintang Utara - 9° Lintang Selatan. ° - 141° Provinsi Papua dengan
luas 31.7062 Km2, terletak diantara 130
Batas Wilayah :
Provinsi Papua berbatasan dengan :
Sebelah
Utara :
Samudera Fasifik/Pacific Ocean
Sebelah Selatan :
Laut Arafura/Arafura Sea
Sebelah
Barat :
Provinsi Papua Barat
Sebelah
Timur :
Papua New Guinea
Topografi
Pegunungan Utama di
Provinsi Papua terdiri atas Pegunungan Kobowre di Nabire, Pegunungan Sudirman
di Enarotali dan Puncak Jaya, Pegunungan Jayawijaya di Jayawijaya, Pegunungan
Vanres di Mamberamo, Pegunungan Gauntier dan Pegunungan Wisnumurti.
Gunung dan Puncak di
Provinsi Papua yang berada di deretan pegunungan tersebut adalah :
Gunung Waspada (1.070 m)
Puncak Jaya (5.030 m)
Puncak Trikora (4.750 m)
Puncak Yamin (4.350 m)
Puncak Mandala (4.700 m)
Gunung Dom (1332 m)
Pegunungan Jayawijaya
merupakan suatu perluasan cordillera yang mengubah dataran tinggi Papua yang
berpusat New Guinea, membentang sepanjang 400 mil (640 km) dari timur ke barat
menyeberangi bagian tengah Papua dengan puncak tertingginya adalah Puncak Jaya
16,502 kaki (5,030 meter). Puncak dengan hutan lebat, kecuali salah satu puncak
tertinggi yang terdiri dari batu karang glaciated.
Di bagian utara
terdapat lembah yang dialiri sungai Tariku Dan Taritatu Sungai dan merupakan
anak sungai Mamberamo Sungai. Kebanyakan dataran rendah di semenanjung Bomberai
berjejer kearah barat sedangkan di Doberai yang bergunung-gunung ( Vogelkop;
Belanda, "Kepala Burung") berjejer kearah barat laut.
Sepanjang bagian
selatan pegunungan Maoke terdapat suatu area berpaya-paya yang luas [yang] yang
dialiri oleh air dari sungai Digul, Pulau, Braza, Baliem, Loren, Armandville,
Blumen, Semara, dan Mapi Sungai. Daerah Gunung yang tinggi ditutupi oleh
lembah-lembah yang ditumbuhi rumput kasar, dan tumbuh-tumbuhan hutan-hujan
tropis. Sedangkan area utara pegunungan tengah ditutupi oleh hutan basah. Di
antaranya banyak ditumbuhi varieta pohon palem (sagu, kelapa, dan nipa), kayu
cendana, kayu hitam, karet, casuarina, pohon cedar, buah sukun, dan bakau;
anggrek dan pakis tumbuh dengan subur di hutan basah tersebut. Kehidupan rimba
meliputi binatang berkantung, monotremes (binatang menyusui), ular, buaya,
katup/kupu-kupu, burung kasuari, cenderawasih, trenggiling, anjing liar, babi
liar, kura-kura darat, kadal kanguru pohon, burung bangau, merpati hijau, dan
berbagai jenis burung.
Provinsi
Papua dulu mencakup seluruh wilayah papua bagian barat, sehingga sering disebut
sebagai Papua Barat terutama oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), para
Nasionalis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara
sendiri. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal
sebagai Nugini Belanda (Nederlands New Guinea atau Dutch New Guinea)
Setelah berada dibawah penguasaan Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai
provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti
menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas
freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002.
Nama
provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2001 tentang
otonomi khusus Papua. Pada tahun 2004, disertai oleh berbagai
protes, papua dibagi menjadi 2 provinsi oleh pemerintah Indonesia :
Bagian timur tetap memakai nama Papua, sedangkan bagian baratnya menjadi
Provinsi Irian Jaya Barat (Setahun kemudian menjadi Papua Barat) bagian timur
inilah yang menjadi wilayah provinsi Papua pada saat ini. Kata Papua sendiri
berasal dari bahasa Melayu yang berarti rambut keriting, sebagian
gambaran yang memacu pada penampilan fisik suku-suku asli. Provinsi
Papua dulu mencakup seluruh wilayah papua bagian barat, sehingga sering disebut
sebagai Papua Barat terutama oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), para
Nasionalis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara
sendiri.
Pada
masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini
Belanda (Nederlands New Guinea atau Dutch New Guinea) Setelah berada
dibawah penguasaan Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai provinsi Irian Barat
sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh
Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas freeport, nama yang
tetap digunakan secara resmi. Hingga tahun 2002.Nama provinsi ini diganti
menjadi Papua sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2001 tentang otonomi
khusus Papua. Pada tahun 2004, disertai oleh berbagai protes, papua dibagi
menjadi 2 provinsi oleh pemerintah Indonesia : Bagian timur tetap memakai nama
Papua, sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat
(Setahun kemudian menjadi Papua Barat). bagian timur inilah yang menjadi
wilayah provinsi Papua pada saat ini. Kata Papua sendiri berasal dari bahasa
Melayu yang berarti rambut keriting, sebagian gambaran yang memacu pada
penampilan fisik suku-suku asli.
2.3 Seni Dan Budaya Papua
Alat Musik Tradisional Papua
Ada Salah satu nama
alat musik tradisional yang paling terkenal yang berasal dari Papua yaitu Tifa.
Alat musik Tifa merupakan alat musik tradisional yang berasal dari daerah
maluku serta papua. Bentuknya alat musik Tifa mirip gendang dan cara
memainkannya Tifa adalah dengan cara dipukul. Alat musik Tifa terbuat dari
bahan sebatang kayu yang isinya sudah dikosongkan serta pada salah satu
ujungnya ditutup dengan menggunakan kulit hewan rusa yang terlebih dulu
dikeringkan. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah.
Alat musik ini sering di mainkan sebagai istrumen musik tradisional dan sering
juga dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional, seperti Tarian perang,
Tarian tradisional asmat,dan Tarian gatsi.
Tarian Tradisional Daerah Papua
Terdapat berbagai
macam tari-tarian dan mereka biasa menyebutnya dengan Yosim Pancar (YOSPAN). Di
dalam tarian ini terdapat aneka bentuk gerak tarian seperti tari Gale-gale,
tari Pacul Tiga, tari Seka, Tari Sajojo, tari Balada serta tari Cendrawasih.
Tarian tradisional Papua ini sering di mainkan dalam berbagai kesempatan
seperti untuk penyambutan tamu terhormat, penyambutan para turis asing yang
datang ke Papua serta dimainkan adalah dalam upacara adat.
Pakaian Adat Tradisional Papua
Pakaian adat Papua
untuk pria dan wanita hampir sama bentuknya. Pakaian adat tersebuta memakai
hiasan-hiasan seperti hiasan kepala berupa burung cendrawasih, gelang, kalung,
dan ikat pinggang dari manik-manik, serta rumbai-rumbai pada pergelangan kaki.
Rumah Adat Papua
Nama rumah asli Papua adalah Honai yaitu rumah khas
asli Papua yang dihuni oleh Suku Dani. Bahan untuk membuat rumah Honai dari
kayu dengan dan atapnya berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami atau
ilalang. Rumah tradisional Honai mempunyai pintu yang kecil dan tidak
berjendela. Umumnya rumah Honai terdiri dari 2 lantai yang terdiri dari lantai
pertama untuk tempat tidur sedangkan lantai kedua digunakan sebagai tempat
untuk bersantai, makan, serta untuk mengerjakan kerajinan tangan.
Bahasa
Di
Papua ini terdiri ratusan bahasa daerah yang berkembang pada kelompok etnik
yang ada. Aneka Berbagai bahasa ini telah menyebabkan kesulitan dalam
berkomunikasi antara satu kelompok etnik dengan kelompok etnik lainya. Oleh
sebab itu, Bahasa Indonesia digunakan secara resmi oleh masyarakat-masyarakat
di Papua bahkan hingga ke pedalaman.
Mata
Pencarian
Sistem
mata pencaharian di papua ini amat beragam, sesuai dengan dimana masyarakat itu
tinggal,
–
Penduduk daerah pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum, rumah diatas tiang
( rumah panggung ), mata pencaharian menokok sagu dan menangkap ikan.
2.4
Sistem Kepercayaan
Sebagian
masyarakat Papua masih memiliki kepercayaan totemisme.sebagai bentuk
kepercayaan yang memandang asal-usul manusia berasal dari dewa-dewa nenek
moyang, mewarnai kehidupan marind-anim yang mendiami tiga distrik yakni
Merauke, Okaba dan Muting, Kabupaten Merauke, Papua. Namun walaupun
begitu sebagian dari mereka telah memeluk beberapa agama resmi yang diakui oleh
pemerintah.
Di Papua Timur sebagian
agamanya beragama Kristen dengan persentase sebagai berikut
–
Protestan ( 51.2 % ), Katolik ( 25.42 % ), Islam ( 20% ), Hindu ( 3 % ) dan
Buddha ( 0.13 % )
Sedangkan di Papua
Barat :
–
Kristen ( 50.7 % ), Islam ( 41.3 % ), Katolik ( 7.7% ), Hindu ( 0.1 % ), Buddha
( 0.1 % ) dan Konghucu ( 0.1 % )
–
Penduduk daerah pedalaman yang hidup pada daerah sungai, rawa, danau dan lembah
serta kaki gunung. Pada umumnya bermata pencahariannya menangkap ikan, berburu,
binatang uatama yang diburu biasanya Babi, tapi dalam perjalanan orang sering
menangkap beraneka ragam binatang dan mengumpulkan hasil hutan.
–
Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharianya berternak dan berkebun
secara sederhana
2.5 Sistem Sosial
Dan Budaya Papua
Perspektif sosial dan
budaya merupakan proses perubahan yang diakibatkan oleh kemajuan pola pikir,
gagasan dan ide-ide manusia mengakibatkan terjadinya perbedaan dengan keadaan
sebelumnya dengan keadaan yang sedang dihadapi seperti perubahan struktur,
fungsi budaya baik dalam wujud penambahan unsur baru atau pengurangan dan
penghilangan unsur lama bisa dalam manifestasi kemunduran (regress) dan bisa
juga kemajuan (progress).
Kelompok asli di Papua
terdiri atas 193 suku dengan 193 bahasa yang masing-masing berbeda. Tribal arts
yang indah dan telah terkenal di dunia dibuat oleh suku Asmat, Ka moro, Dani
dan Sentani.
Sumber berbagai
kearifan lokal untuk kemanusiaan dan pengelolaan lingkungan yang lebih baik
diantaranya dapat ditemukan di suku Aitinyo, Arfak, Asmat, Agast, Aya maru,
Mandacan, Biak, Ami, Sentani dan lain-lain. Umumnya masyarakat Papua hidup
dalam sistem kekerabatan dengan menganut garis keturunan ayah (patrilinea).
Budaya setempat berasal dari Melanesia. Masyarakat penduduk asli Papua
cenderung menggunakan bahasa daerah yang sangat dipengaruhi oleh alam laut,
hutan dan pegunungan.
Berbicara mengenai
sistem sosial, terkandung sistem nilai sosial budaya. Koentjaraningrat
(1974:25)1 menganggap nilai sosial budaya sebagai faktor mental yang menentukan
perbuatan seseorang atau sekelompok orang di masyarakat. Sistem nilai budaya
terdiri dari konsep-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam
hidup. Karena itu suatu nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman
tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan manusia lain yang
tingkatnya lebih konkrit, seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma,
semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya.
Semua sistem nilai
budaya dalam semua kebudayaan, akan berkisar dalam lingkup masalah kehidupan
(hakekat hidup), kerja, waktu, alam atau lingkungan hidup dan hubungan dengan
sesama manusia. Sedangkan mengikuti klasifikasi Alisyahbana (1981:22)2,
berusaha memilah-milah berbagai macam nilai budaya menjadi enam kelompok.
Keenam jenis nilai tersebut, timbul dari
aktivitas budi manusia, yaitu:
1. nilai teori atau ilmu
yang merupakan identitas tiap benda atau peristiwa, terutama berkait erat
dengan aspek penalaran (reasoning) ilmu dan teknologi;
2. nilai ekonomi, yang
mencari dan member makna bagaimana kegunaan segala sesuatu, berpusat pada
penggunaan sumber dan benda ekonomi secara efektif dan efisien berdasarkan
kalkulasi dan pertanggung jawaban;
3. nilai agama, yang
melihat segala sesuatu sebagai penjelmaan kekudusan, dikonsentrasikan pada
nilai-nilai dasar bagi kemajuan kehidupan di dunia dan akhirat;
4. nilai seni, yang
menjelmakan keindahan atau keekspresifan;
5. nilai kekuasaan, yang
merupakan proses vertikal dari organisasi sosial yang terutama terjelma dalam
hubungan politik, ditandai oleh pengambilan keputusan; dan
6. nilai solidaritas
sosial, yang merupakan poros horizontal dari organisasi, terjelma dalam cinta
dan kasih sayang, namun lebih berorientasi kepada kepoercayaan diri sendiri.
Mengacu pada perbedaan tofografi dan
adat istiadat, penduduk Papua dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar,
masing-masing :
1) penduduk daerah
pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum rumah di atas tiang (rumah panggung)
dengan mata pencaharian menokok sagu dan menangkat ikan;
2) Penduduk daerah
pedalaman yang hidup di daerah sungai, rawa danau dan lebah serta kaki gunung.
Umumya mereka bermata pencaharian menangkap ikan, berburu dan mengumpulkan
hasil hutan;
3) Penduduk daerah
dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun dan beternak secara sederhana.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Penutup
Simpulan dari penjelasan-penjelasan di atas ialah bahwa kita
harus bercermin pada masyarakat tradisional untuk menata hubungan kita dengan
alam demi keberlanjutan hidup mahluk manusia. Masyarakat tradisional
telah berhasil mewariskan
bumi ini dalam keadaan tidak tercemar kepada kita diwaktu sekarang untuk
memanfaatkannya dan menikmati kehidupan di atasnya. Keberhasilan itu merupakan
perwujudan nyata dari ketaatan mereka terhadap nilai-nilai dan norma-norma
serta sikap yang mereka kembangkan dalam kebudayaannya untuk menjaga dan
melestarikan alam. Seringkali norma-norma dan nilai-nilai itu mereka samarkan
dalam kepercayaan-kepercayaan yang mereka anut sehingga bagi kebanyakan orang
di zaman modern ini menganggapnya tidak rasional dan bahkan kadangkala
mencemohkannya. Meskipun demikian jangan lupa, bahwa strategi-strategi yang
mereka gunakan untuk menanamkan dan melaksanakan nilai-nilai dan normanorma
yang berhubungan dengan pengaturan dan penjagaan terhadap keseimbangan hubungan
mahluk manusia dengan ekosistem dalam rangka menyiapkan secara lestari
kebutuhan manusia itu adalah sangat efektif.
Berbagai sumber daya alam yang dinikmati sekarang
sesungguhnya merupakan bukti nyata keberhasilan masyarakat tradisional pada
masa lampau untuk menjaga, melestarikan dan mewariskannya bagi kita di waktu
sekarang. Persoalan bagi kita sekarang adalah mampukah kita untuk dapat berbuat
hal yang sama bagi generasi mendatang? Menurut hemat saya, bahwa kita yang
hidup di zaman sekarang yang lebih rasional dapat menggunakan
kemudahankemudahan teknologi informasi yang merupakan hasil kebudayaan modern
untuk mensosialisasikan dan melaksanakan berbagai kebijakan lingkungan baik
tingkat internasional, regional maupun lokal untuk memanfaatkan dan menata
lingkungan secara lestari demi kepentingan kita di masa sekarang maupun bagi
kepentingan generasi-generasi penerus kita di masa depan. Agar kita dapat
berhasil mewariskan bumi kita ini sebagai tempat yang layak dihuni oleh
generasi penerus kita, maka kita harus komit untuk saling mendukung dan bahu
membahu dalam melaksanakan berbagai upaya pembangunan berkelanjutan secara
transparan dan bertanggungjawab.
3.2 Saran
Budaya
daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan nasional, maka segala
sesuatu yang terjadi pada budaya daerah akan sangat mempengaruhi budaya
nasional. Atas dasar itulah, kita semua mempunyai kewajiban untuk menjaga,
memelihara dan melestarikan budaya baik budaya lokal atau budaya daerah maupun
budaya nasional, karena budaya merupakan bagian dari kepribadian bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Syamsul Arifin, Spiritualitas
Islam dan Peradaban Masa Depan, (Yogyakarta: Sipress, 1998), 64
Alisyahban, Pembangunan
Kebudayaan Indonesian Di Tengah Laju Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, ( Jakarta: Prisma,1981), 74
0 komentar:
Posting Komentar